Sistem Pengolahan Lahan Basah Apung dan Aerasi Terpadu Jaga Ekosistem Danau Maninjau

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Cynthia Henny, periset dari Pusat Riset Limnologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), meraih 2021 (2nd) Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award, kategori Encouragement Award, atas penelitiannya terkait peningkatan kualitas air dan restorasi ekosistem Danau Maninjau, melalui penerapan sistem pengolahan lahan basah apung dan aerasi terpadu.

Danau Maninjau merupakan danau tektono-vulkanik yang terletak Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Secara alami, danau ini memiliki kandungan gas sulfur yang tinggi di lapisan dasar.

Pada musim hujan, gas sulfur kerapkali secara alami naik ke atas permukaan danau atau apabila terjadi pembalikan massa air lapisan bawah yang anoksik ke permukaan yang dipicu oleh angin, sehingga terjadi defisit oksigen.

Fenomena alami yang dikenal dengan “tubo belerang” ini semakin diperparah dengan eksploitasi sumber daya di danau melalui budi daya ikan atau dikenal dengan Keramba Jaring Apung (KJA), dimana danau sering mengalami kematian ikan massal.

“Secara alami memang danau vulkanik mengandung gas sulfida yang tinggi. Namun kondisi ini diperparah dengan keberadaan KJA yang sudah ada selama lebih dari dua dekade belakangan, sehingga menyebabkan penurunan kualitas air danau secara besar-besaran, eutrofikasi, kondisi hipoksia danau, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kematian ikan secara massal,” jelas Cynthia.

Dimulai pada tahun 2018, ia dan timnya melalui kegiatan penelitian prioritas nasional dan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta masyarakat setempat melakukan penerapan sistem pengolahan lahan basah apung dan aerasi terpadu sebagai upaya untuk mengurangi beban polutan akibat aktivitas eksploitasi KJA dan meningkatkan oksigen air pada waktu-waktu kritis di saat naiknya gas sulfida ke permukaan air danau.

“Sistem ini bertujuan meningkatkan kualitas air danau, meningkatkan kadar oksigen, menjaga populasi ikan dan biota danau lainnya serta lebih meningkatkan kesehatan ekosistem dan meningkatkan manfaat ekologis,” tambahnya.

Lebih rinci, Cynthia menjelaskan, pengolahan lahan basah apung (floating wet land), dilakukan dengan cara menanam tanaman air ataupun darat pada suatu media apung, seperti melati air. Akar dari tanaman tersebut dibiarkan menembus media tanam, yang berfungsi untuk menyerap polutan, seperti nutrien ataupun kontaminan organik di air sebagai penyebab eutrofikasi dan penurunan kualitas air danau.

“Tanaman seperti melati air dipilih karena kuat dan tahan ombak. Akarnya juga tidak disukai sama ikan, sehingga tanaman bisa tetap tumbuh, namun ikan bisa berlindung di bawah tanaman,” jelas Cynthia.

Sistem pengolahan lahan basah apung kemudian dikombinasikan dengan sistem aerasi. Terdapat dua sistem aerasi yang digunakan, yaitu Fountain Aeration system dan ultrafine-bubble generator (nozzle).

Fountain Aeration system, lanjut Cynthia, membantu pergerakan air danau dengan cara menyemburkan air ke udara sehingga menstimulasi adanya oksigen kembali ke air.

“Sistem ini membantu pengadukan di permukaan air, seperti air mancur, air dari danau disemprotkan ke udara sehingga menstimulasi adanya oksigen kembali ke air. Dampak stimulasi oksigen dari sistem ini memang skala areanya lebih kecil, hanya 1 sampai 3 meter,” katanya.

Ultrafine-bubble generator (nozzle), dipasang di samping pengolahan lahan basah apung. Sistem ini berfungsi untuk mensuplai oksigen yang diambil dari udara, kemudian dimasukkan ke dalam air, sehingga meningkatkan kadar oksigen di air danau.

“Cara kerjanya seperti diffuser, sistem ini menyuplai oksigen, oksigennya diambil dari udara, kemudian oksigennya dimasukkan ke dalam air, sehingga menghasilkan gelembung-gelembung sangat kecil yang meningkatkan kadar oksigen di dalam air,” tuturnya.

Ultrafine-bubble generator (nozzle) memiliki dampak peningkatan kadar oksigen pada area yang lebih luas, 4 hingga 5 meter dan oksigennya bisa tahan lebih lama di dalam air.

Selain meningkatkan kualitas air yang bermanfaat bagi ekosistem danau, sistem pengolahan lahan basah apung dan aerasi terpadu pada akhirnya berdampak pada peningkatan hasil tangkap petani ikan setempat di area sekitar sistem.

“Masyarakat mengaku hasil tangkapan ikannya meningkat di area pemasangan sistem ini di Danau Maninjau,” ungkap Cynthia.

Selain Cynthia, satu orang periset BRIN lainnya, Yenny Meliana, periset bidang teknik kimia, meraih kategori Outstanding Innovation Award atas penelitiannya terkait pestisida nabati berteknologi hijau untuk mengatasi pencemaran air dan tanah untuk lingkungan berkelanjutan.

Dua orang perwakilan dari Indonesia juga meraih kategori Encouragement Award, yaitu Edwan Kardena dari Institut Teknologi Bandung, dan Jamaluddin Jompa dari Universitas Hasanuddin. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author